Part 1 Proses Memantapkan Niat Berjuang Meraih Beasiswa LPDP


Bismillah...
Yuk, sapa dulu temen temen pembaca blog disini...
Setelah lama bersemedi, akhirnya saya bisa ngepost lagi nih...
Sebelumnya saya ucapkan begitu banyak rasa syukur dan terimakasih kepada semua pihak yang sangat peduli dengan masa depan saya.
Saya juga meminta maaf jika dalam tulisan saya ada banyak kekurangan dan karena ini adalah blog pribadi, jadi itu berdasarkan perspektif saya yaa...mungkin ada berbagai versi terkait tema yang sama dari cara pandang orang lain lhooo...
Mohon doanya semoga dimudahkan hingga akhir studi dan lancar tesisnya serta tepat waktu hihi,,,sekarang masih proses menunggu PK dan sebagainya..

BECOME AN AWARDEE OF LPDP, ARE YOU READY?

Part 1
Proses Memantapkan Niat Berjuang Meraih Beasiswa LPDP
Oleh Lu’liyatul Mutmainah

Beasiswa LPDP, hampir semua mahasiswa pernah mendengar istilah ini meskipun tidak semuanya tahu benar tentang salah satu beasiswa yang paling diminati mahasiswa Indonesia ini. Mengapa? Karena sebagian dari kita hanya terjebak euforia sebagai pemburu beasiswa saat kuliah maupun ketika mereka telah menyandang gelar sarjana. Akan tetapi, tidak benar-benar memahami tujuan mengapa kita harus mendapatkan beasiswa. Apakah niat mendaftar beasiswa ini sudah diiringi dengan tujuan akhir yang diinginkan serta usaha yang maksimal?

NIAT dan Proses Membulatkan Tekad

Niat, ya ini adalah hal yang kadang dilupakan oleh para pemburu beasiswa (berdasarkan pengamatan saya). Niat itu ya dari hati, bukan dari perkataan teman atau dosen. Tapi bisa saja yang menggerakkan itu awalnya dari orang lain ya..

Awal saya mendengar LPDP adalah ketika duduk di semester 3 (kalau ga salah), dosen saya menceritakan temannya yang mendapat beasiswa dan bisa melanjutkan studinya. Sejak itu, saya memiliki keinginan untuk melanjutkan studi (dulu mah saya bisa kuliah S1 aja udah bersyukur banget dan sempat mengalami jenuh di semester awal :v).

Niat itu ternyata harus di follow up, ga boleh tenggelem gitu aja dengan kesibukan kita. Saya mulai berproses dengan niat belajar biar bermanfaat bagi orang banyak (karena mencari ilmu itu wajib apalagi bagi muslim). Hal ini saya utarakan ke orang tua dan mereka hanya bisa mendoakan (saya paham maksudnya hihiii). Mau tidak mau, saya harus berusaha mencari peluang kerja atau jadi pemburu beasiswa dari sekarang, biar pas lulus ga bingung.

Proses itu saya jalani bersama teman-teman yang satu tujuan, pergi ke pameran pendidikan mungkin puluhan kali dari semester awal sampai lulus kuliah bahkan sampai sudah kerja, setiap ada event LPDP apalagi PK juga berusaha nyempetin dan kalau ga dapet tiketnya, ada saja teman yang nawarin tiketnya karena dia ga bisa dateng (Allah Maha Baik dan Maha Mendengar). Selain itu, saya juga rajin baca blog atau booklet kalau lagi ingat tentang impian beasiswa S2 ini. Bahkan sempat juga membuat grup chat khusus untuk teman-teman seperjuangan yang saya kenal agar tetap saling berbagi informasi beasiswa lainnya.

Untuk penjelasan lengkap terkait beasiswa LPDP silahkan kunjungi link berikut www.lpdp.kemenkeu.go.id

Mimpi itu harus SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)

Banyak keluhan dan curhatan pada saya terkait impian, ada yang sampai bilang bahwa dia seperti tidak memiliki mimpi dan cita-cita dan ada yang bertanya bagaimana fokus dan teliti membangun mimpi. How could you say that, guys?

Impian itu kan kita sendiri yang lebih tahu dan paham pengin seperti apa kita nanti, katakanlah pengin kuliah dibiayai LPDP. Itu secara umumnya, tapi mimpi itu ya harus SMART tadi. Buatlah perencanaan yang spesifik dan pay attention to detail, bisa diukur (kita yang tahu kemampuan kita disandingkan dengan impian kita), dapat dicapai (kiranya bisa ga kalau belum jago bahasa inggris dan masih malas belajar mimpi kuliah di Eropa), relevan alias berkaitan dengan kebutuhan pemberi beasiswa dan juga dengan bidang studi S1 kita, selain itu juga time-bound (batasan waktu) dalam mencapai impian, kiranya gimana biar pas kita udah lulus kita bisa langsung ngejar impian kita (jadi ga kelamaan jadi pengacara, alias pengangguran banyak acara setelah lulus S1).

Saya coba berikan gambaran apa yang saya lakukan sejak pertama mendengar tentang beasiswa LPDP ini, meskipun belum sempurna setidaknya ada gambaran (untuk yang sedang bingung).

1. Spesifik

Dalam memperhitungkan masa kuliah S1, transisi dan ingin mulai S2 saya tidak pernah memikirkannya sendiri, sebisa mungkin saya konsultasi dengan dosen yang sudah paham dan lebih tahu akademik saya, dan juga curhat ke teman-teman yang selalu memberikan kepercayaan bahwa saya bisa melakukan ini dan itu. Walaupun tidak sedikit ada beberapa orang yang cukup menyurutkan semangat tapi itu bukan alasan untuk tidak melanjutkan perjuangan.

Saya coba memperhitungkan saya harus lulus tepat waktu, menyelesaikan amanah penelitian juga dari OJK, perhitungan jeda lulus dan wisuda harus diisi dengan hal positif seperti membantu exchange program (ini bisa jadi senjata bahwa kita sudah bisa mengadakan event di luar negeri), fokus untuk peningkatan skor TOEFL, dan juga stalking beberapa kampus sesuai rekomendasi dosen dan juga keinginan pribadi (baik dalam maupun luar negeri).

Saya juga mengecek jadwal pendaftaran dan kesiapan dokumen yang saya lengkapi. Pada tahun 2016 saya belum memberanikan diri mendaftar karena banyak hal yang harus saya lakukan, diantaranya adaptasi dengan pekerjaan, fokus untuk latihan TOEFL, mendatangi berbagai pameran pendidikan, dan juga mengkalkulasi persiapan mendaftar beberapa perguruan tinggi.

Akhirnya di tahun 2017, saya coba membulatkan tekad harus dapat skor TOEFL 500 lebih, melengkapi surat kesehatan, rekomendasi dan sebagainya kira-kira memakan waktu tiga bulan (Januari-Maret). Dari bulan Januari setelah musyawarah dengan orang tua, saya benar-benar lillahi ta’ala ikhtiar maksimal untuk impian saya dan mama saya. 

2. Dapat di ukur

Saya mengukur kemampuan diri saya dengan bertanya pada diri saya dan juga orang lain. Sebagian menguatkan bahwa saya bisa survive untuk lanjut S2 di kampus ternama. Sebagian mengatakan, tidak perlu lama-lama mencari kampus, dimana saja bisa asal kamu mau belajar. 

Saya mencoba realistis juga dalam menanggapi hal-hal demikian. Kalau saya di kampus mana saja, kampus tersebut tidak menyediakan beasiswa dan fasilitas yang saya butuhkan. Kalau menuruti beberapa orang untuk ke luar negeri, saya harus ngukur tebal dompet dan mobilisasi untuk persiapan IELTS, tes IELTS, dan mengurus banyak hal lainnya (sementara saya sedang bekerja di dua tempat).

3. Dapat dicapai

Jika kita sudah spesifik dan cukup realistis dengan pencapaian kita, saya yakin hal itu dapat mendekatkan kita untuk bisa meraihnya. Karena saya belum merencanakan ke luar negeri, saya berusaha bisa mencapai untuk belajar di dalam negeri yang syaratnya TOEFL dan TPA. Saya yakin bisa melakukannya, karena saya senang sekali belajar TOEFL. Saya memutuskan ikut kursus dengan senior saya dan saya sangat enjoy karena tidak bertabrakan dengan pekerjaan saya. 

Qadarullah, ketika kita meminta dan memohon kepada Nya, maka Dia akan menjawabnya. Melihat jadwal tes TOEFL, perkiraan keluar sertifikat dan batas pendaftaran LPDP mungkin hampir tidak mungkin saya mengejarnya. Alhamdulillah, sahabat saya menginfokan tentang tes TOEFL yang dilaksanakan ketika masih pertengahan kursus, walaupun materi belum selesai saya meminta bimbingan khusus terkait ini. Dan alhamdulillah 3 hari sebelum penutupan LPDP, sertifikat sudah keluar dengan nilai 500+. 

Sebelumnya saya mencoba mengantisipasi jika nilai di bawah 500, saya sudah menyiapkan berkas juga untuk mendaftar beasiswa afirmasi (yang sedikit banyak merepotkan kakak saya sampai saya ga tega waktu diceritain perjuangannya itu hihiii).

Setelah lolos administrasi, saya juga belajar untuk online assesment test hingga tes subtansi, disini banyak sekali pihak yang sangat membantu dan mendoakan. Mulai dari grup telegram yang massive membagi informasi, amalan doa dari guru, gambaran tes dari channel youtube, termasuk bergabung dengan tim foodcourt untuk persiapan substansi dan sebagainya.

4. Relevan

Salah satu hal yang perlu sekali untuk diperhatikan adalah relevansi antara kriteria pelamar beasiswa dengan kriteria kebutuhan dari pemberi beasiswa. Jika memang studi kita masuk dalam prioritas LPDP, maka bersyukurlah karena kita tinggal menyusun strategi how to get it. Istilahnya bagaimana memantaskan diri kita untuk menjadi bagian dari LPDP. 

Ketika memantapkan hati akan kuliah di kampus A, saya cukup lama mempertimbangkan. Saya memikirkannya dari sebelum lulus hingga saya menemukan titik terangnya pada bulan Januari itu. Semua kampus ada plus dan minusnya, tergantung kita ingin fokus mempelajari apa sesuai kebutuhan. Proses lama ini bisa dikarenakan bidang yang saya cintai dari SMK susah untuk dicapai dan tidak lagi relevan dengan studi saya saat S1. Tapi, saya beruntung karena studi S1 saya merupakan prioritas dan membawa saya ke jalan yang benar insyaAllah...

5. Time-bound

Di era serba cepat dan teknologi canggih sekarang ini, sepertinya sangat disayangkan jika kita tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Salah satu kasus klasik dalam setiap pengiriman aplikasi adalah telat submit!

Bayangkan pemirsa, kita udah rempong berbulan-bulan merencanakan dengan matang untuk satu tujuan lalu terhempas gitu aja cuma gegara telat submit dengan berbagai alasannya. Saya juga tipe deadliner (karena tipe yang moody) tapi ga separah itu apalagi untuk hal besar yang kita impikan. 

Kita benar-benar harus bisa mengurutkan waktu kapan memenuhi setiap persyaratan yang harus dilampirkan. Soalnya ngisi formulir online LPDP ini standarnya kaya waktu saya melamar di BI dan KPK, banyaaaaak sekali data yang harus diisi dengan rincian tanggal dan tahun pelaksanaan. Jadi kita harus menyediakan waktu khusus merapikan sertifikat, ijazah, dan sebagainya. 

Saya pernah membaca bahwa dengan niat, maka sebenarnya kita sudah mencapai 50% dari hasil yang diinginkan. Dengan niat pula, kita bisa menentukan tujuan akhir yang kita inginkan (saya rekomendasikan buku Berpikir dan Berjiwa Besar terkait hal ini). 

Pesan dari guru saya terkait ini adalah “Kalau kita punya niat menuntut ilmu dengan tulus pasti Allah yang akan mengatur segalanya. Tinggal di tata hati dan ketulusan, tetap tawadhu’ untuk mencari ridho Allah”. 

MasyaAllah adem banget kan...

Sebagai penutup, mungkin saya perlu informasikan bahwa saya banyak belajar dari teman teman yang sudah memposting tulisannya melalui blog, saya juga banyak melihat banyak cara pandang para ewordi elpedepe dalam melalui setiap tahapan yang tidak bisa dikatakan mudah ini :D

Sekian curhatan perjuangan meraih mimpinya yaa, tapi cepet bangun lho jangan terus mimpi tanpa membangun mimpinya..

Keep spirit and stay positive (biar stay young alias ga cepet tua, hehhee). Semoga bermanfaat!

Berikut beberapa link yang bisa saya share:

https://kikyedward.com/2016/11/25/10-alasankesalahan-gagal-beasiswa-lpdp/ (the most fav hee)
http://informasiserangga.blogspot.co.id/2017/04/pengalaman-assessment-test-lpdp.html
http://arinilll.blogspot.co.id/2017/02/pengalaman-seleksi-substansi-beasiswa.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 2 Mengenal Proses Seleksi Beasiswa LPDP

Part 7-List Topik LGD dan Essay on The Spot LPDP 2016-2017

Part 9-Pengalaman SIMAK UI 2017